Secara
umum hal – hal yang menyebabkan kerusakan karang secara besar – besaran di
Taman Nasional Baluran antara lain :
1. Penangkapan
ikan dengan bahan peledak
Cara
penangkapan ikan dengan bahan peledak telah berkembang tidak hanya di Indonesia
saja tetapi juga di negara – negara lain seperti Tanzania di Afrika Timur
sampai Filipina dan cara ini berkembang dengan pesat. Dinamit
sebagai bahan peledak sukar diperoleh secara legal sehingga dipergunakan karbid
(Ca2C) sebagai bahan peledak substitusi.
Cara pembuatan bom karbid
ini ialah dengan membungkus karbid dalam kain minyak yang diberi pemberat
sehingga dapat mudah tenggelam serta diikat dengan seutas tali tipis. Apabila
bom ini tenggelam ke dasar maka air akan masuk ke dalam kantung melalui celah
yang sengaja dibuat dan terbentuklah gas acetylen. Gas ini akan keluar melalui
celah di atas dan akan meledak apabila terbakar dengan gas CO2 yang
ada dalam air. Daerah yang rusak dapat mencapai areal seluas 50 m2
tergantung dari besarnya bom.
Cara
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bertentangan dengan peraturan
yang ada, tetapi sejauh pelaksanaannya tidak dijalankan dengan baik maka
peraturan-peraturan tersebut seolah-olah tidak berguna. Kehancuran yang
diakibatkan tidak hanya terbatas pada ikan, larva-larva atau telur-telurnya
saja, tetapi juga pada karang dan seluruh ekosistem terumbu karang. Pemulihan
dari kehancuran tersebut memerlukan waktu yang relatif lama. Penggunaan peledak dapat merubah atau merusak komunitas terumbu
karang. Apabila habitat berubah maka sebagian besar ikan dan invertebrata akan
menghilang dan digantikan oleh komunitas yang didominasi oleh karang dari marga
Fungia, bulu babi dari marga Diadena dan berbagai jenis teripang.
Dalam hal tertentu, pecahan-pecahan karang ditumbuhi oleh algae (Cladophora spp.) yang dapat menghalangi
berkembangnya larva karang batu (Planula)
sehingga rekolonisasi karang menjadi terhambat.
Untuk kasus – kasus penangkapan ikan
dengan bahan peledak di perairan Taman Nasional Baluran perlu segera dicarikan
solusinya. Hal ini sangat memprihatinkan karena kegiatan penangkapan ikan
dengan bahan peledak ini bahkan terjadi pada saat kegiatan ini sedang
dilakukan. Oleh karena tindakan represif kurang memungkinkan untuk dilakukan
akibat keterbatasan sarana dan prasarana, maka perlu dipikirkan upaya – upaya lain seperti koordinasi dengan
LANAL ataupun AIRUD serta alternatif
metode penangkapan ikan yang lain dengan hasil yang memuaskan. Perlu
juga dilakukan razia di toko – toko ikan hias untuk menangkap pemasoknya.
2. Penggunaan
bahan kimia beracun
Penggunaan
bahan kimia beracun untuk menangkap ikan juga seringkali ditemui, bahkan
frekuensinya semakin meningkat. Bahan kimia tersebut dikenal dengan nama potas
yang diperdagangkan dalam bentuk serbuk berupa tepung putih kekuningan.
Dikhawatirkan bahwa serbuk tersebut adalah Kalium cyanida yang sangat toksik
karena mengandung racun Cyanida dengan kadar yang cukup tinggi dalam bentuk
NaCN dengan pH 10. Racun tersebut tidak hanya menyebabkan ikan – ikan mabuk dan
mati lemas, tetapi juga mempunyai pengaruh menghambat pertumbuhan dan
perkembangan serta metabolisme sel
– sel biota laut lainnya. Ion Cyanida merupakan inhibitor kuat terhadap enzyma
(enzymatic cytochrome oxydase) yang
dapat menyebabkan biota laut menjadi kering dan akhirnya mati. Keadaan ini
sangat berbahaya, meskipun kerusakan yang ditimbulkan tidak terlihat nyata,
karena dapat berlangsung lama dan terjadi akumulasi racun pada hewan – hewan
invertebrata, termasuk karang, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sulit
dipulihkan kembali. Ikan yang ditangkap dengan cara ini selain ikan hias adalah
ikan kerapu (Epinephelidae) yang bernilai ekonomi tinggi dan ikan Sunu
(Plectropoma).
Pada saat pengamatan ditemui sejumlah
karang mati dengan warna keputih –
putihan yang menandakan dampak sisa – sisa penggunaan potas.
3. Aktivitas
wisatawan
Para
wisatawan di Pantai Bama sebagian besar merupakan wisatawan domestik. Wisatawan
tersebut cenderung tidak melakukan aktivitas menyelam ataupun snorkeling tetapi
berenang ataupun berjalan – jalan di Pantai Bama. Apabila laut dalam kondisi
surut dikhawatirkan kegiatan tersebut akan mengakibatkan kerusakan karang.
Dangkalnya perairan memungkinkan para wisatawan tersebut untuk berjalan – jalan
ataupun berenang lebih ke tengah laut dimana komunitas terumbu karang berada.
Kekurangtahuan dan rendahnya kesadaran wisatawan akan mengakibatkan rusaknya
karang karena terinjak – injak ataupun karena buangan sampah yang ditinggalkan
oleh wisatawan tersebut. Efek yang lebih besar terutama di akibatkan oleh para
pemancing. Para pemancing cenderung ke
lokasi habitat karang karena banyaknya ikan yang terdapat pada habitat tersebut
sehingga makin banyak karang yang mati dan rusak terinjak – injak.
4. Pencemaran
Laut
Laut
sudah sejak lama dipergunakan manusia sebagai tempat pembuangan sampah domestik
maupun limbah industri. Pada batas – batas tertentu laut menerimanya dan laut
mampu membersihkan diri kembali sejauh sisa buangan yang diterimanya itu masih
dapat terurai secara biologis. Apabila batas – batas kemampuannya sudah
terlampaui dan juga karena sifat bahan pencemar itu sendiri, laut sukar untuk
dapat memulihkan diri kembali, maka proses pencemaran lingkungan akan terjadi.
Pencemaran laut merupakan problema yang tak terhindarkan. Hal ini berkaitan
erat dengan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya pembangunan, ramainya
kegiatan ekonomi lewat laut maupun meningkatnya eksploitasi minyak bumi lepas
pantai. Pada saat pengamatan, dijumpai
cukup banyak sampah
terutama sampah plastik
yang terbawa arus
di sekitar lokasi pengamatan. Sampah tersebut kemungkinan berasal dari
para wisatawan yang membuang sampah sembarangan.meskipun sebagian besar berasal
dari aliran sungai maupun sampah yang terbawa arus dari Selat Bali. Sampah yang
terbawa arus seringkali juga berupa sampah organik seperti batang – batang kayu
maupun serasah yang terbawa aliran sungai pada waktu banjir.
5. Sedimentasi
Sedimentasi
yang makin besar akhir – akhir ini mengancam keberadaan karang. Semakin
banyaknya area gundul yang tererosi oleh air hujan dan terangkut oleh badan
sungai dan berakhir ke laut mengakibatkan peningkatan sedimentasi di perairan.
Hal ini dirasakan pada pengamatan secara visual bahwa Pantai Bama sudah tidak
sejernih tahun – tahun sebelumnya. Keruhnya perairan dapat menghambat bahkan
bila sangat berlebihan dapat mematikan karang. Karang batu untuk hidupnya
memerlukan air laut yang bersih dari kotoran – kotoran, oleh karena benda –
benda yang terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari
yang diperlukan untuk fotosintesa zooxanthellae. Disamping itu endapan lumpur
atau pasir yang terkandung di dalam air yang diendapkan oleh arus dapat
mengakibatkan kematian pada karang batu oleh karena pada umumnya karang jenis
tersebut tidak mampu membersihkannya, kecuali beberapa karang batu dari suku
Faviidae dan Fungiidae yang dapat membersihkan dirinya dari
endapan – endapan yang menutupinya dalam beberapa jam. Tingginya tingkat
sedimentasi Pantai Bama diduga berasal dari Sungai Kalitopo yang membawa lumpur
pada waktu banjir.
Sumber
:
Coral Reef Management and Rehabilitation Program
(COREMAP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar