Di
dalam pembagian zonasi Taman Nasional Baluran, Bama termasuk zona pemanfaatan
dan merupakan pusat dari kunjungan wisata di Taman Nasional Baluran. Di daerah
ini karang tumbuh pada kedalaman 2 sampai 10 meter, tubir landai yang semakin
ke tengah semakin dalam, dan pertumbuhan karang semakin jarang. Pada kedalaman
15 meter tidak dijumpai pertumbuhan karang, dasar berupa pasir halus bercampur
lumpur.
Hasil
pengamatan penutupan terumbu karang di Pantai Bama termasuk dalam kategori
cukup, yaitu antara 26.10 % (lokasi Bama Utara – 3 meter) hingga 39.90 %
(lokasi Bama Selatan – 3 meter). Akan tetapi hasil tersebut bukan berarti
kondisi penutupan terumbu karang di lokasi pengamatan semakin membaik dan tidak
perlu perhatian yang lebih. Karena berdasarkan informasi hasil Reef Check Unit
Selam UGM tahun 2002, walaupun penempatan transek tidak sama, menyatakan bahwa
penutupan terumbu karang di Bama termasuk kategori buruk ( < 25 % ), baik pada kedalaman 3
meter (16,88 %) maupun 10 meter (8,75
%). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Prosentase penutupan karang pada tahun – tahun sebelumnya
Kegiatan
|
S transek
|
Kedalaman
|
|||
1 m
|
3 m
|
5 m
|
10 m
|
||
Wibowo th. 1993
|
3
(@ 50 m)
|
43.80
%
|
54.80
%
|
52.40
%
|
|
LIPI – Primus th. 1995
|
1
(@ 100 m)
|
14.41
%
|
|||
Inventarisasi Terumbu
Karang th. 1997
|
3
(@ 100 m)
|
43.45
%
|
39.35
%
|
36.60
%
|
|
Reef Check UGM th. 2002
|
2
(@ 100 m)
|
16.88
%
|
8.75
%
|
||
Reef Check UGM th. 2003
|
2
(@ 100 m)
|
21.25
%
|
28.75
%
|
||
Inventarisasi Terumbu
Karang th. 2003
|
4
(@ 100 m)
|
26.10
%
39.90
%
|
28.00
%
35.90
%
|
Hasil
pengamatan prosentase penutupan karang pada kegiatan Inventarisasi Potensi
Jenis Terumbu Karang di Pantai Taman Nasional Baluran tahun 1997 menunjukkan bahwa pada kedalaman 3
meter prosentase karang sebesar 43,45 %, dan pada kedalaman 10 meter sebesar
36,6 %. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Wibowo (1993) yang
menunjukkan persentase penutupan karang sebesar 47,82 % dan termasuk dalam
kategori sedang. Hasil penelitian LIPI yang bekerja sama dengan Yayasan Primus
(1995) memberikan hasil yang lebih rendah, yaitu persentase penutupan karang di
Bama hanya sebesar 14.14 % yang termasuk kategori buruk.
Perbedaan
hasil pengamatan LIPI – Yayasan Primus dan hasil Reef Check Unit Selam UGM
tahun 2002 bila dibandingkan dengan penelitian Wibowo (1993), pengamatan tahun
1997 maupun pengamatan tahun 2003, kemungkinan disebabkan karena LIPI – Yayasan
Primus dan Reef Check Unit Selam UGM tahun 2002 hanya mengambil satu dan dua
buah transek dan pada transek yang dibuat tersebut menunjukkan lokasi yang
kondisi terumbu karangnya jelek, sedangkan transek yang diambil dalam
penelitian Wibowo (1993), pengamatan tahun 1997 maupun pengamatan 2003 oleh Tim
Pelaksana sebanyak 3 dan 4 transek sehingga lebih memungkinkan terwakilinya
seluruh kondisi karang pada lokasi tersebut. Sedangkan untuk pengamatan yang
dilakukan pada tahun yang sama yaitu Reef Check UGM 2003 dan oleh Tim Pelaksana
memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Hal ini mungkin karena lokasi transek
yang diamati hampir sama yaitu pada transek Bama sebelah Utara. Meskipun hasil
dari kegiatan – kegiatan tersebut tidak bisa diperbandingkan secara langsung,
namun setidaknya dapat memberi gambaran bahwa kondisi terumbu karang di Pantai
Bama dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.
Dengan
memperhatikan sifat pertumbuhan terumbu karang yang sangat lamban dan tingkat
sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, perlu penanganan serius
terhadap kelestarian potensi terumbu karang di Pantai Bama. Berdasar hasil
prosentase penutupan karang di Pantai Bama menunjukkan bahwa nilai dari
kategori DCA (Dead Coral with Algae)
dan R (Rubble) cukup tinggi
(mendominasi) dibandingkan nilai dari kategori lainnya, yaitu :
Tabel 2.
Prosentase Penutupan dari Kategori DCA dan R
Kategori
|
Bama Utara
|
Bama Selatan
|
||
3 meter
|
10 meter
|
3 meter
|
10 meter
|
|
DCA
|
14.70 %
|
11.30 %
|
10.60 %
|
10.70 %
|
R
|
32.40 %
|
15.20 %
|
41.70 %
|
46.20 %
|
Kondisi
tersebut perlu menjadi perhatian, karena matinya dan menjadi rubble-nya karang yang ada di lokasi
pengamatan berarti ada penyebabnya.
Sumber
:
Coral Reef Management and Rehabilitation Program
(COREMAP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar