Penyusun
terumbu karang terbesar kedua setelah karang batu adalah octocorallia. Octocorallia
merupakan salah satu komponen hewan terumbu karang khususnya pada daerah yang
kurang stabil, terumbu karang yang rusak akibat badai atau sedimentasi, dimana
pertumbuhan untuk karang keras terhambat. Mereka tumbuh cepat dan kokoh di
dasar dengan salinitas yang berubah-ubah. Pada daerah yang sementara dalam
pemulihan, karang lunak dapat menutupi sampai 90% atau lebih. Kelimpahan
tertinggi dari Alcyonacea ditemukan pada daerah dangkal yaitu pada reef flat dan reef slope.
Banyak
manfaat yang bernilai ekonomis dari octocorallia
ini tetapi pemanfaatannya tidak seimbang dengan nilai lestari dan kerusakan
yang ditimbulkannya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya dari pihak Pemerintah dan
masyarakat untuk dapat menjaga kelestarian sumber daya ekosistem terumbu karang
di Indonesia. Karena terumbu karang merupakan salah satu mata rantai yang
sangat penting bagi keberlangsungan serta pelestarian berbagai biota laut.
Secara
ekologis ekosistem terumbu karang bersama dengan hutan mangrove, padang lamun
serta rumput laut merupakan tempat pemijahan (spawning ground), tempat
pembesaran (nursery ground), tempat mencari makan (feeding
ground) serta tempat perlindungan bagi anakan bermacam jenis udang, ikan,
kepiting dan jenis biota laut lain termasuk juga jenis biota konsumsi yang
memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
A.
Klasifikasi Isis spp.
Isis
spp. atau yang lebih dikenal dengan nama bambu laut merupakan
salah satu jenis octocorallia atau
karang lunak yang hidup di perairan tropis Indo-Pasifik. Octocorallia merupakan biota penyusun terumbu karang kedua sesudah
karang batu yang mempunyai peranan besar dalam menjaga kesinambungan ekosistem
terumbu karang dan sumber daya ikan.
Berikut ini adalah
klasifikasi Isis spp.:
·
Kingdom
: Animalia
·
Phylum
: Cnidaria/Coelenterata
·
Kelas
: Anthozoa
·
Anak-Kelas
: Octocorallia
·
Bangsa
: Alcyonacea
·
Anak-Bangsa
: Calcaxonia
·
Suku
: Isididae
·
Marga
: Isis
·
Jenis
: Isis hippuris
Nama umum : bambu laut
B. Anatomi Isis spp.
Menurut
Lamouroux, Jean Vincent Félix 1821, anatomi Isis
spp. dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Bagian tanpa kulit, yang lainnya ditutupi dengan kulit.
2. Bagian longitudinal diperbesar dengan
sumbu dikelilingi kulit dan polip dalam sel mereka.
3. Kulit
bagian terpisah dari porosnya.
4.
Palang bagian dari cabang dengan kulitnya.
5. Polip
dikontrak dewasa.
6.
Flustra carbasea.
7. Gambar diperbesar.
C. Morfologi Isis spp.
Bambu
Laut (Isis spp.) dapat tumbuh tinggi hingga lebih dari 1 (satu) meter. Kerangka dalam pada bambu laut berupa butiran
kalsium karbonat yang terdapat di dalam jaringan endodermis dinamakan sklerit.
Istilah "spikula" biasanya
dipakai untuk bentuk sklerit yang ujung-ujungnya runcing. Pada anggota octocorallia, peranan spikula sangat penting sebagai
kerangka dalam untuk menyangga jaringan tubuh sehingga dapat tumbuh tegak. Pada
Isis spp., spikula hanya terdapat
pada lapisan koenensim. Lapisan koenensim mengandung spikula dengan kepadatan
dan bentuk yang bervariasi. Spikula ini dipakai sebagai kunci identifikasi.
Spikula atau sklerit
diambil dari bagian permukaan dan bagian dalam dari koenensim. Di bagian
permukaan, bentuk sklerit seperti gada kecil, ujung bawah meruncing, dengan
tiga tonjolan karangan duri yang agak besar mengelilingi ujung bagian atas atau
bagian kepala (terminal wart). Ukuran
spikula di bagian dalam koenensim lebih besar, bentuk seperti kumparan (spindle), agak lonjong dengan 6-8
tonjolan karangan duri yang mengelilingi kumparan. Variasi bentuk dan ukuran
spikula juga tergantung pada letak geografi dan lingkungan, dimana jenis ini
berada. Pada lokasi yang sama, tetapi kedalaman yang berbeda, bentuk maupun
ukuran spikula dapat berbeda.
Bambu laut mempunyai
morfologi sebagai berikut:
1. Koloni Isis spp. kelihatan mirip
dengan koloni kelompok akar bahar Rumphella sp., dan Hicksonella sp.
terutama pertumbuhan yang seperti semak dan permukaan koloni yang halus;
2. Isis spp. memiliki percabangan yang
cenderung ke arah kanan, dan ujung atas koloni yang melengkung seperti busur;
3. Ukuran dan bentuk cabang-cabang Isis spp. lebih
pendek dan ujung cabang lebih bulat, sedangkan Rumphella sp. dan Hicksonella
sp. memiliki cabang yang agak panjang;
4. Tekstur tubuh dan koloni Isis spp. agak
kaku dan hanya sedikit bergoyang bila kena ombak, sedangkan Rumphella sp. dan
Hicsonella sp. lebih lentur dan melambai – lambai bila datang arus atau
ombak;
5. Pada umumnya, jenis Isis spp., bangsa
Alcyonacea, anak bangsa Calcaxonia, memiliki bentuk koloni
seperti semak, muncul dari substrat, tumbuh tegak dengan medulla/axis yang
menyerupai batang pada tumbuhan dan binatang/polip yang hidup berkoloni
menyerupai kulit pohon yang mengelilingi axis;
6. Warna koloni kuning cerah, kuning
kehijauan atau coklat muda karena dipengaruhi oleh kandungan pigmen dari alga uniseluler
(zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis di dalam jaringan polip; dan
7.
Axis pada Isis spp. kering beruas-ruas dan berwarna putih, yang
dihubungkan dengan ruas pendek berwarna hitam.
Sumber:
Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan
Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Fabricius, K. And P. Alderslade. 2001.
Soft Coral and Sea Fan. Australia
Institude of Marine Science. Queensland.
Australia
Haris, A., Tuwo, A., dan Anas, A., 2010.
Kelimpahan dan Distribusi I. hippuris di Perairan Spermonde Kota Makassar. Jurnal
Torani/Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. UNHAS, Makassar.
Lamouroux, Jean Vincent Félix. 1821. Exposition méthodique des genres de l’ordre des Polypiers.
Paris.
Mannuputy, A.E.W., 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia. Pusat Penelitian
Oceanografi
LIPI. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar